Karya: Michelle Lagut
Banyak orang masih melihat alam hanya sebagai latar belakang kehidupan manusia atau sumber daya yang bisa dieksploitasi tanpa batas. Padahal, manusia dan alam adalah dua entitas yang saling terhubung, saling membutuhkan, dan tidak bisa dipisahkan. Hubungan ini bukan sekadar hubungan satu arah, melainkan hubungan timbal balik yang harus dijaga keseimbangannya.
Alam telah menyediakan segala kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup. Udara untuk bernapas, air untuk minum, makanan untuk dikonsumsi, hingga tempat tinggal—semuanya berasal dari alam. Bahkan, oksigen yang setiap detiknya kita hirup adalah hasil dari proses fotosintesis tumbuhan, sebuah proses alami yang bekerja tanpa kita sadari. Namun, semakin berkembangnya zaman, banyak manusia lupa bahwa dirinya adalah bagian dari ekosistem, bukan penguasa tunggal atas bumi ini.
Ironisnya, manusialah yang justru menjadi pihak paling merusak keseimbangan alam. Penebangan hutan secara liar, pencemaran sungai, punahnya spesies akibat perburuan berlebihan, serta perubahan iklim adalah bukti nyata dari ketidakseimbangan ini. Semua ini terjadi karena anggapan keliru bahwa alam akan terus memberi tanpa henti, tanpa perlu dijaga atau dihargai.
Padahal, kerusakan alam pada akhirnya akan kembali kepada manusia dalam bentuk bencana, kelangkaan sumber daya, dan terganggunya kualitas hidup. Karena itu, saya percaya bahwa hubungan manusia dan alam seharusnya bersifat saling melindungi. Alam memberikan kehidupan, dan manusia memiliki tanggung jawab untuk merawat serta melestarikannya.
Menjaga alam tidak harus dimulai dari tindakan besar. Hal-hal sederhana seperti mengurangi penggunaan plastik, tidak membuang sampah sembarangan, menanam pohon, atau sekadar peduli terhadap lingkungan sekitar adalah langkah nyata yang bisa dilakukan oleh siapa pun. Kepedulian ini perlu ditumbuhkan dan ditularkan kepada orang lain agar menjadi gerakan bersama.
Manusia dan alam bukan dua kutub yang saling berlawanan, melainkan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Ketika hubungan keduanya berjalan seimbang dan harmonis, maka kehidupan di bumi akan tetap lestari. Merawat keanekaragaman hayati bukan hanya tanggung jawab ilmuwan atau aktivis lingkungan, tetapi juga bentuk nyata rasa syukur kita atas kehidupan.
Jika bukan kita yang menjaga, lalu siapa lagi? Dan jika tidak dimulai sekarang, lalu kapan lagi? Sudah saatnya kita mengambil peran sebagai penjaga bumi, bukan penguasa yang semena-mena. Karena sejatinya, kita membutuhkan alam sama besar seperti alam membutuhkan kita.
